Pak Ghufron adalah orang terpandang
dikampungnya. Dia adalah pengusaha buah-buahan yang sukses. Saking suksesnya,
dia berhasil menyekolahkan anak-anaknya hingga sarjana di salah satu Perguruan
Tinggi terbaik di negeri ini.
Nah, dia punya 2 orang menantu. Salah satunya bernama
Fikri adalah alumni sekolah umum, salah satunya lagi bernama Ali yang merupakan
lulusan pesantren yang asli Betawi. Kedua menantunya dilibatkan dalam
pengelolaan usaha Pak Ghufron. Tentu, masing-masing sesuai dengan bidang dan
kemampuan masing-masing yang di miliki. Tapi, terdengar isu bahwa kedua
menantunya saling bersaing dan berkompetisi cukup serius hingga tersiar kabar
bahwa hubungan keduanya gak harmonis.
Demi melihat hal itu, Pak Ghufron berencana
mengajak kedua mantunya tersebut bercengkrama dengannya. Akhirnya dipilihlah
hari yang tepat buat berkumpul dan ia menyuruh pembantunya untuk mengumpulkan
keduanya. Selain berbincang, ia mao mengetes kemampuan menantunya tentang
logika.
Setelah menantunya berkumpul bersama, Pak
Ghufron mengajukan pertanyaan. “Berapa banyak bintang di langit, wahai Ali?”.
“Wah, gak terhingga, Pak. Banyak banget kaya
pasir di pantai”, jawab Ali dengan enteng.
“Nah, menurut kamu bagaimana, Fikri?”, tanya
Pak Ghufron.
“Menurut saya, bintang di langit itu banyak.
Lebih banyak pasir di pantai”, kata Fikri. Mendengar jawaban itu, Ali langsung
menyanggah. “Emang lo tau berape jumlah pasir di pantai dan berape bintang di
langit? Emang lo pernah ngitung?”, tanya Ali dengan logat Betawi yang kental.
“Saya tak tahu pasti, saudaraku. Tapi menurut
perhitungan ilmiah, jumlah bintang di langit yang kelihatan saja ada 70
sekstilion bintang atau sama dengan 70 trilyun bintang, sementara jumlah pasir
di pantai hanya 10 sektilion. Dan itu hanya bintang yang nampak, belum yang
tidak nampak. Itulah saya menjawab bintang yang di langit lebih banyak daripada
pasir yang ada di pantai,” ujar Fikri menjelaskan panjang lebar.
Mendengar jawaban itu, Pak Ghufran tersenyum.
“Bagus.... Bagus....” ujarnya membuat Fikri tersenyum lebar ke Ali. Tentu saja
Ali dibikin keki bukan main.
“Nah, sekarang pertanyaan kedua. Saya harap
kalian menjawab sesuai dengan kemampuan masing-masing. Pertanyaannya adalah
mengapa pohon bonsai tidak bisa besar dan tinggi, hanya kecil dan pendek
terus?”, tanya Pak Ghufran kepada dua menantunya.
Ali pun yang tadi sebel langsung jawab.
“Menurut saya, pohon bonsai gak mao tumbuh karena Allah menghendaki pohon
bonsai seperti itu, kalo aje Allah menghendaki pohon bonsai tinggi dan besar, ntar
juga tuh pohon tinggi dan besar,” ujar Ali dengan mantap.
Tampaknya ia yakin dengan jawaban tadi bisa
membuat dan membuat menang Fikri terdiam mati kutu tidak bisa menjawab
pertanyaan itu.
Lalu Pak Ghufron meminta Fikri untuk menjawab.
“Sekarang apa jawabanmu?”.
“Kalau jawaban saya beda dengan saudaraku,”
jawab Fikri.
“Lalu apa jawaban kamu?” tanya Pak Ghufron.
“Jawaban saya yaitu sebab pohon bonsai tidak
bisa tumbuh tinggi dan besar dikarenakan pohon bonsai tidak terkena sinar
matahari. Pohon bonsai biasanya ditaruh di tempat yang terlindung sinar
matahari. Jadi, maklum saja pohon bonsai tidak bisa tinggi dan besar,” ujar
Fikri dengan tenang.
Ali yang seksama mendengarkan jawaban
saudaranya itu langsung menyangkal sambil berkata, “Saya gak setuju atas jawaban
tadi Pak Ghufron.” Lantang Ali bersuara.
“Apa alasan kamu tidak setuju?” tanya Pak
Ghufron.
“Sebabnye jawaban yang disampaikan sodaraku
ini gak terbukti dalam kehidupan sehari-hari kite. Kalo emang kaya gitu, kenape
rambut sama alis yang tiap hari kena matahari kenape gak tumbuh panjang, kok
pendek terus? Iye kan?” ujar Ali dengan seru.
“Iya juga ya, kok tetep pendek gak
tumbuh-tumbuh?” imbuh Pak Ghufron sambil terheran-heran. Fikri kali ini mati
kutu tak bisa menjawab pertanyaan itu lagi.
“Ya Sudahlah! Saya simpulkan ternyata jawaban
yang tepat kali ini yaitu jawaban yang gak bisa disangkal lagi, jawaban dari
Ali. Jadi skor kalian sama: satu-satu. Kalian memang menantu saya yang hebat,
dan akan lebih hebat lagi kalau kalian saling akur.
Sekarang, kalian boleh pergi untuk bekerja
lagi. Yang bener ya jangan gak akur.” Ujar Pak Ghufron sambil tersenyum. Ali
dan Fikri tersenyum sipu-sipu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar