Ironis dan hancur. Itulah opini saya
tentang perkembangan hukum di Indonesia saat ini.
Ironis, karena banyak sekali kasus-kasus besar yang
belum diselesaikan secara hukum yang berlaku, malah kasus-kasus kecil seperti
maling ayam, jambret, copet, dsb yang kebanyakan dilakukan oleh orang-orang
kecil sangat cepat diselesaikan. Indonesia adalah negara HUKUM, tetapi hukumnya
dipakai seenaknya oleh aparat yang berwenang untuk keperluan pribadi atau
kepentingan kelompoknya semata. Berbicara tentang hukum di Indonesia pasti tak
lepas dari satu kata: suap. Ya, suap telah menjadi tradisi turun temurun jika
ada suatu kasus yang tidak terselesaikan atau tidak tercium oleh publik.
Kenal dengan hakim Syarifuddin? Dialah
terdakwa kasus dugaan suap untuk izin perubahan status aset boedel pailit PT
Skycamping Indonesia (SCI) menjadi aset nonboedel itu ditolak oleh KPK tentang
Eksepsi hakim. Syarifuddin juga dimintai
keterangan oleh Jaksa Penuntut Umum (JMU) untuk membuktikan asal-usul uang
asing sebesar 250 juta yang ditemukan KPK saat menggeledah rumahnya di kawasan
Sunter, Jakarta Utara. Inilah salah satu contoh hancurnya mental aparat hukum
di negeri. Bagaimana bisa seorang hakim yang notabene adalah penegak hukum
malah disuap? Bagaimana nasib negeri ini jika semua orang seperti hakim
tersebut?
Masih ingat Gayus Tambunan? PNS golongan
III-A yang bekerja di bagian pajak yang merugikan negara milyaran rupiah atau
bahkan triliunan rupiah. Dialah salah satu mafia pajak yang namanya ‘meroket’
usai tertangkap karena kasus suap gila-gilaan. Bahkan setelah di penjara pun
dia bisa ‘bebas’ berkeliaran ke Bali setelah menyogok petugas penjara. Parah
sekali. Semua dibutakan oleh uang. Dan anehnya lagi, dia ‘hanya’ di hukum 2
tahun penjara! Sungguh gila negeri ini. Ada kasus besar, juga harus ada uang
yang banyak bukan? Itulah mental aparat hukum di negeri kita..
Masih ingat dalam ingatan kita dengan
Nazaruddin, buronan nomor satu Indonesia yang tertangkap di salah satu negara
Amerika Latin, Kolombia. Dia adalah tersangka kasus korupsi wisma atlet di
Palembang. Setelah tertangkap, para antek-anteknya pun mengancam akan membunuh
keluarganya. Mereka takut akan terbongkar identitas sebenarnya. Lalu bagaimana
kelanjutan kasusnya yang menghilang begitu saja? Hanya Tuhan, polisi, dan dia
yang tau.
Sebegitu parahnya kah kondisi hukum di
negeri kita?
Jika Bung Karno, Bung Hatta, Muh. Yamin
atau bahkan Ki Hajar Dewantara masih hidup saya pasti yakin mereka akan
menangis karena kelakuan putra bangsa yang begitu bobroknya. Mereka susah payah
membangun negeri ini sampai mengorbankan jiwa dan raga. Kita harus mencontoh
Cina yang menembak mati para koruptor yang merugikan negara.
Akhir kata saya tegaskan hukum di negeri
ini masih berpihak kepada orang yang punya uang banyak dan orang besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar